Jumat, 12 November 2010

tugas perilaku konsumen

Perilaku dan Loyalitas Konsumen

A. Perilaku Konsumen
Tujuan kegiatan pemasaran pada umumnya adalah untuk mempengaruhi perilaku konsumen agar bersedia membeli barang dan jasa perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan. Hal ini sangat penting bagi manajer Perusahaan pemasaran untuk mengetahui cara pengembangan produk, penetuan harga, menetukan tempat dan lokasi, kegiatan pelayanan dan mempromosikan produknya dengan baik.

Menurut Engel, et. all., (1994: 3) perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk, termasuk proses kebutuhan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Sedangkan definisi lain mengenai perilaku konsumen juga dikemukakan oleh William (Winardi, 1991: 14) sebagai aktifitas yang melibatkan orang-orang sewaktu menyeleksi, membeli dan menggunakan produk-produk dan jasa-jasa, sedemikian rupa hingga hal tersebut memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka.

Kemudian definisi lainnya mengenai perilaku konsumen dikemukakan juga oleh Winardi (1991: 49) sebagai perilaku yang ditunjukan oleh orang-orang dalam hal merencanakan, membeli dan menggunakan barang ekonomi dan jasa-jasa.

Dari beberapa definisi perilaku konsumen di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen merupakan segala bentuk aktivitas orang-orang maupun konsumen untuk mendapatkan, menghabiskan, mengkonsumsi barang-barang ekonomi dan jasa.

Definisi lain dari perilaku konsumen menurut Swastha (Irawan, 2001: 8) adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan.

Sedangkan menurut Kotler (1997: 152) menyatakan bahwa perilaku konsumen mempelajari bagaimana individu, kelompok dalam organisasi, memilih, membeli, dan memakai barang dan jasa, gagasan atau pengalaman dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hasrat mereka.

Dari kedua pendapat para ahli tersebut mengandung makna yang sama yaitu dapat diartikan bahwa tindakan atau keputusan konsumen sebagai individu atau kelompok untuk menetukan pilihannya atas penggunaan atau pembelian. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam memilih, membeli dan memakai barang dan jasa-jasa, semata-mata untuk memuaskan kebutuhannya.

Bila membandingkan pendapat para ahli tentang definisi perilaku konsumen dapat diketahui bahwa pemahaman tentang perilaku konsumen bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi cukup sulit dan kompleks khususnya disebabkan oleh banyaknya variabel yang mempengaruhi dan variabel-variabel tersebut cenderung saling berinteraksi. Meskipun demikian bila hal tersebut dapat dilakukan maka perusahaan yang bersangkutan akan meraih keuntungan yang jauh lebih maksimal dari pada pesaingnya, karena dengan dipahaminya perusahaan dapat memberikan kepuasan secara lebih baik kepada konsumen.

B. Loyalitas Konsumen

Memiliki konsumen yang loyal adalah tujuan akhir dari semua perusahaan. Tetapi kebanyakan dari perusahaan tidak mengetahui bahwa loyalitas konsumen dibentuk melalui beberapa tahapan, dimulai dari mencari calon konsumen potensial sampai dengan pembentukan advocate customer yang akan membawa keuntungan bagi perusahaan. Sebelum membahas lebih jauh mengenai hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk membentuk loyalitas, perlu diketahui definisi dari loyalitas di bawah ini.

Menurut Griffin (2003: 4) loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some decisions making unit. Dari kalimat ini terlihat loyalitas lebih ditujukan kepada suatu perilaku yang ditujukan dengan pembelian rutin, didasarkan pada unit pengambilan keputusan. Selanjutnya Griffin (2003: 13) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal antara lain:
a. Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik konsumen baru lebih mahal)
b. Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan dan lain-lain)
c. Mengurangi biaya turn over konsumen (karena pergantian konsumen lebih sedikit)
d. Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan.
e. Word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa konsumen yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas.
f. Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian, dll).

Pelanggan yang loyal merupakan asset tak ternilai bagi perusahaan. Karakteristik dari pelanggan yang loyal menurut Griffin (1995: 31) antara lain, melakukan pembelian secara teratur, membeli di luar lini produk/jasa, menolak perusahaan lain, menunjukkan kekebalan dari tarikan persaingan (tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaingan produk sejenis lainnya).

Untuk dapat menjadi pelanggan yang loyal, seorang pelanggan harus melalui beberapa tahapan. Proses ini berlangsung lama dengan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahap karena setiap tahap mempunyai kebutuhan yang berbeda. Dengan memperhatikan masing-masing tahapan dan memenuhi kebutuhan dalam setiap tahap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembeli menjadi pelanggan loyal dan klien perusahaan.

Menurut Tjiptono (2000: 24) loyalitas pelanggan adalah:
“Suatu hubungan antara perusahaan dan pelanggan di mana terciptanya suatu kepuasan sehingga memberikan dasar yang baik untuk melakukan suatu pembelian kembali terhadap barang yang sama dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut”.

Sedangkan Shet et al, (Tjiptono 2001: 110) mengatakan bahwa loyalitas pelanggan adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek atau pemasok berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten.

Dapat dikatan loyalitas merupakan kombinasi dari fungsi psikologis dan perilaku seorang konsumen yang membuatnya setia pada produk atau jasa tertentu yang dijual oleh sebuah perusahaan atau merupakan cakrawala pemikiran bahwa kesetian pelanggan merupakan hasil dari perilaku dan proses psikologis seseorang dan pada hakekatnya loyalitas pelanggan dapat diibaratkan perkawinan antara perusahaan dan publik (terutama pelanggan inti). Dapat pula dikatakan bahwa loyalitas (customer loyalty) sebagai suatu komitmen untuk bertahan secara mendalam dengan melakukan pembelian ulang atau berlangganan kembali dengan produk atau jasa yang terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang,meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku.

Karena itu dapat dikatakan bahwa loyal mempunyai fanatisme yang relatif permanen dalam jangka panjang terhadap suatu barang/jasa pada perusahaan yang menjadi pilihannya, tidak ingin beralih pada barang /jasa yang lain, bahkan ikut mempengaruhi pihak lain untuk ikut menggunakan barang/jasa tersebut.

Kamis, 11 November 2010

tugas perilaku konsumen

PEMBELAJARAN KONSUMEN, KEBIASAAN
DAN LOYALITAS MEREK
1. Pembelajaran Konsumen
Assael (1992) mendefinisikan pembelajaran konsumen sebagai suatu perubahan dalam perilaku yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman masa lalunya.
Terdapat dua aliran pemikiran atas proses pembelajaran konsumen . pertama, aliran behaviorist yang memandang perubahan respon konsumen merupakan hasil dari pemaparan rangsangan (stimuli exposure). Dua tipe yang termasuk di dalamnya adalah classical conditioning dan instrumental conditioning.
Kedua, aliran kognitif, yang memandang pembelajaran sebagai penyelesaian masalah. Fokus perhatiannya adalah perubahan dalam psikological set konsumen (persepsi, sikap, gaya hidup, dan lain-lain) sebagai hasil dari pembelajaran.
2. Classical Conditioning
Memandang bahwa perilaku merupakan hasil dari asosiasi yang dekat antara perangsang utama (primary stimulus) dengan perangsang kedua (secondary stimulus). Misalnya dalam sebuah iklandipaparkan mengenai ciri-ciri orang sukses (prymary stimulus) dan merek rokok Ardath (secondary stimulus). Pada classical conditioning diharapkan bahwa perokok Ardath mengasosiasikan dirinya sebagai orang sukses.
Persyaratan menggunakan classical conditioning:
a. Seharusnya tidak ada stimuli lain yang dapat membayangi unconditioned stimuli (prymary stimuli). Contoh iklan kosmetik yang menampilkan beberapa artis yang mempunyai citra yang berbeda.
b. Perangsang utama seharusnya sebelumnya tidak diasosiasikan dengan merek produk lain.
c. Primary stimulus seharusnya tidak terlalu familiar bagi masyarakat.
d. Classical conditioning akan lebih efektif jika stimulus utamanya adalah sesuatu yang baru.

3. Instrumental Conditioning
instrumental conditioning memandang bahwa perilaku sebagai fungsi dari tindakan konsumen (perilaku pembelian) dan penilaian konsumen terhadap derajat kepuasan yang diperoleh dari tindakan. Kepuasan yang dialami oleh konsumen akan menyebabkan pengauatan dan akan meningkatkan kemungkinan pembelian kembali (repurchasing). Dalam instrumental conditioning juga diperlukan adanya hubungan antara rangsangan dan tanggapan (stimulus dan respons). Individu akan mementukan tanggapan kepada stimulus yang memberikan kepuasan paling tinggi.
4. Penguatan (Reinforcement)
konsumen berperilaku yang sama seperti sebelumnya, karena sebelumnya dia mendapat respon yang positif atas`tindakannya. Penguatan bisa diindikasikan dengan pembelian yang berulangkali. Penguatan terjadi ketika konsumen memperoleh respon yang positif
atas tindakannya di masa lalu.i memberikan kepuasan yang diinginkan. Misalnya seseorang sakit perut mengkonsumsi obat introstop, sembuh. Ketika ia sakit perut ia akan mengkonsumsi introstop lagi berdasarkan pengalaman masa lalunya.
5. Kepunahan dan Dilupakan (Extintion and Forgetting)
kepunahan terjadi ketika produk tidak lagi memberikan kepuasan yang diinginkan. Hilangnya kepuasan bisa karena kualitas suatu produk lain yang dirasakan mempunyai kualitas yang lebih baik.
Dilupakan berbeda dengan kepunahan. Forgetting terjadi ketika stimulus tidak lagi diketahui dan dirasakan oleh konsumen. Suatu produk akan dilupakan oleh konsumen jika pemasar tidak mengulang-ulang informasi produknya melalui iklan.
6. Penerapan Instrumental Conditioning pada Strategi Pemasaran
implikasi dari instrumental conditioning bisa digunakan dalam menyusun strategi pemasaran sebagai berikut:
a. Produk yang ditawarkan harus berkualitas.
b. Pesan iklan yang ditawarkan hendaknya berisi manfaat-manfaat produk.
c. Jangan sekali-kali pesan iklan tidak sesuai dengan kualitas produk.

7. Pembelajaran Kognitif (Cognitive Learning)
pada perspektif kognitif, konsumen berperilaku untuk menyelesaikan berbagai masalahnya. Timbulmnya kebutuhan dan keinginan, dipandang sebagai masalah yang harus diselesaikan. Perilaku yang ditampilkan merupakan proses penyelesaian masalah.
Cognitive learning menekankan pada proses berpikir dalam pembelajaran konsumen, sementara itu classical conditioning menekankan pada hasil yang didasarkan pada asosiasi stimulus.
8. Relevansi Pengaruh Perilaku dan Cognitive Learning pada Pemasaran
Pendekatan perilaku mungkin akan sangat cocok untuk kondisi yang aktivitas kognitifnya (pengenalan masalah, pencarian informasi yang ekstensif, evaluasi alternatif, mengambil keputusan dan mengevaluais keputusan pembelian) adalah minimal. Pendekatan perilaku akan cocok untuk konsumen yang tidak begitu terlibat dalam pembelian produk. Mungkin mereka akan merasa membuang-buang waktu untuk mencari infomasi yang berhubungan dengan pembelian pasta gigi, sabun mandi, dan lain-lain.
Teori pembelajaran kognitif lebih relevan untuk produk yang penting dan memerlukan keterlibatan tinggi.
9. Kebiasaan (Habit)
Kebiasaan adalah perilaku yang berulangkali dilakukan. Pada perilaku konsumen, kebiasaan didefinisikan sebagai perilaku pembelian yang berulang yang tanpa disertai pencarian informasi yang lebih banyak dan tanpa mengevaluasi pilihan dari alternatif yang tersedia. Atau kebiasaan adalah perilaku pembelian berulang yang tanpa disertai loyalitas.
Ada beberapa hal yang menyebabkan perilaku pembelian habitual menjadi rusak,
1. Jika perusahaan melakukan reformulasi produk dan merek produk yang telah lama ada.
2. terdapat merek produk baru di pasar yang mampu menawarkan sesuatu yang lebih dari merek lama.
3. Konsumen mungkin mencapai kejenuhan dalam mengkonsumsi mrek produk yang biasa dibeli.
4. konsumen mengubah perilaku pembelian habitualnya ketika merek produk yang diinginkanya tidak tersedia di toko.

10. Fungsi Kebiasaan
Pertama adalah mengurangi risiko dan kedua, memudahkan dalam pengambilan keputusan pembelian.
11. Implikasi Strategis dari Perilaku Habitual.
a. Distribusi produk
pemasar harus selalu menyediakan produk di tempat-tempat penjualan, agar konsumen tidak lari ke merek lain.
b. Kategori produk
produk-produk yang dibeli berdasarkan kebiasaan biasanya adalah barang-barang konsumsi yang cepat habis dan mempunyai risiko yang kecil.
c. Iklan dan promosi di dalam toko.
Iklan untuk produk yang dibeli berdasarkan kebiasaan seharusnya ditampilkan seseing mungkin untuk mengingatkan konsumen. Tata letak produk di atas`rak toko perlu diperhatikan agar mudah dilihat oleh pengunjung toko, sebab kadang-kadang konsumen tidak merencanakan terlebih dahulu pembeliannya.
d. Penetapan harga
produk yang dibeli berdasarkan kebiasaan biasanya konsumen mempunyai loyalitas semu. Konsumen akan sangat mudah dipengaruhi oleh kebijakan penetapan harga.
12. Mengubah Perilaku Habitual
a. Menampilkan feature baru.
b. menggunakan contoh gratis, potongan harga.
c. Menawarkan manfaat baru.
13. Loyalitas Konsumen
loyalitas konsumen dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu loyalitas merek dan loyalitas toko.
Loyalitas merek bisa didefinisikan sebagai sikap menyenangi terhadap suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu.
Terdapat dua pendekatan dalam mempelajari loyalitas merek. Pertama pendekatan instrumental conditioning, yang memandang bahwa pembelian yang konsisten sepanjang waktu adalah menunjukkan loyalitas merek.
Pendekatan kedua yaitu didasarkan pada teori kognitif. Perilaku itu sendiri tidak merefleksikan loyalitas merek. Loyalitas menyatakan komitmen terhadap merek yang mungkin tidak hanya direfleksikan oleh perilaku pembelian yang terus menerus.
Assael (1992) mengemukakan empat hal yang menunjukkan kecenderungan konsumen yang loyal sebagai berikut:
1. konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri pada pilihannya.
2. konsumen yang lebih loyal mungkin merasakan tingkat risiko yang lebih tinggi dalam pembeliannya.
3. konsumen yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap toko.
4. kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap merek.
Sementara store loyalty perilaku konsistennya adalah dalam mengunjungi toko tempat konsumen bisa membeli produk yang diinginkan. Jika dalam loyalitas merek mereka loyal karena mereknya, dalam laoyalitas toko mereka loyal karena kualitas pelayanan yang diberikan oleh pengelola dan karyawan toko.

tugas perilaku konsumen

2. MODEL PERILAKU KONSUMEN

Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelianUntuk barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan dengan pertimbangan yang matang.
Aplikasi
Pemahaman akan perilaku konsumen dapat diaplikasikan dalam beberapa hal, yang pertama adalah untuk merancang sebuah strategi pemasaran yang baik, misalnya menentukan kapan saat yang tepat perusahaan memberikan diskon untuk menarik pembeli Kedua, perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik. Misalnya dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan transportasi saat lebaran, pembuat keputusan dapat merencanakan harga tiket transportasi di hari raya tersebut. Aplikasi ketiga adalah dalam hal pemasaran sosial (social marketing), yaitu penyebaran ide di antara konsumen. Dengan memahami sikap konsumen dalam menghadapi sesuatu, seseorang dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan efektif.
Pendekatan dalam meneliti perilaku konsumen
Terdapat tiga pendekatan utama dalam meneliti perilaku konsumen Pendekatan pertama adalah pendekatan interpretif. Pendekatan ini menggali secara mendalam perilaku konsumsi dan hal yang mendasarinya. Studi dilakukan dengan melalui wawancara panjang dan focus group discussion untuk memahami apa makna sebuah produk dan jasa bagi konsumen dan apa yang dirasakan dan dialami konsumen ketika membeli dan menggunakannya.
Pendekatan kedua adalah pendekatan tradisional yang didasari pada teori dan metode dari ilmu psikologi kognitif, sosial, dan behaviorial serta dari ilmu sosiologiPendekatan ini bertujuan mengembangkan teori dan metode untuk menjelaskan perliku dan pembuatan keputusan konsumen. Studi dilakukan melalui eksperimen dan survey untuk menguji coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana seorang konsumen memproses informasi, membuat keputusan, serta pengaruh lingkungan sosial terhadap perilaku konsumen.
Pendekatan ketiga disebut sebagai sains marketing yang didasari pada teori dan metode dari ilmu ekonomi dan statistika. Pendekatan ini dilakukan dengan mengembangkan dan menguji coba model matematika untuk memprediksi pengaruh strategi marketing terhadap pilihan dan perilaku konsumen.
Ketiga pendekatan sama-sama memiliki nilai dan tinggi dan memberikan pemahaman atas perilaku konsumen dan strategi marketing dari sudut pandang dan tingkatan analisis yang berbeda. Sebuah perusahaan dapat saja menggunakan salah satu atau seluruh pendekatan, tergantung permasalahan yang dihadapi perusahaan tersebut.
Roda analisis konsumen
Roda analisis konsumen adalah kerangka kerja yang digunakan marketer untuk meneliti, menganalisis, dan memahami perilaku konsumen agar dapat menciptakan strategi pemasaran yang lebih baik. Roda analisis konsumen terdiri dari tiga elemen: afeksi dan kognisi, lingkungan, dan perilaku.
Afeksi dan kognisi


Tipe respons afektif
Elemen pertama adalah afeksi dan kognisi. Afeksi merujuk pada perasaan konsumen terhadap suatu stimuli atau kejadian, misalnya apakah konsumen menyukai sebuah produk atau tidak. Kognisi mengacu pada pemikiran konsumen, misalnya apa yang dipercaya konsumen dari suatu produk. Afeksi dan kognisi berasal dari sistem yang disebut sistem afeksi dan sistem kognisi. Meskipun berbeda, namun keduanya memiliki keterkaitan yang sangat kuat dan saling mempengaruhi.
Manusia dapat merasakan empat tipe respons afektif: emosi, perasaan tertentu, mood, dan evaluasi. Setiap tipe tersebut dapat berupa respons positif atau negatif. Keempat tipe afeksi ini berbeda dalam hal pengaruhnya terhadap tubuh dan intensitas perasaan yang dirasakan. Semakin kuat intensitasnya, semakin besar pengaruh perasaan itu terhadap tubuh, misalnya terjadi peningkatan tekanan darah, kecepatan pernafasan, keluarnya air mata, atau rasa sakit di perut. Bila intensitasnya lemah, maka pengaruhnya pada tubuh tidak akan terasa.
Sistem kognisi terdiri dari lima proses mental, yaitu: memahami, mengevaluasi, merencanakan, memilih, dan berpikir. Proses memahami adalah proses menginterpretasi atau menentukan arti dari aspek tertentu yang terdapat dalam sebuah lingkungan. mengevaluasi berarti menentukan apakah sebuah aspek dalam lingkungan tertentu itu baik atau buruk, positif atau negatif, disukai atau tidak disukai. Merencanakan berarti menentukan bagaimana memecahkan sebuah masalah untuk mencapai suatu tujuan. Memilih berarti membandingkan alternatif solusi dari sebuah masalah dan menentukan alternatif terbaik, sedangkan berpikir adalah aktifitas kognisi yang terjadi dalam ke empat proses yang disebutkan sebelumnya.
Fungsi utama dari sistem kognisi adalah untuk menginterpretasi, membuat masuk akal, dan mengerti aspek tertentu dari pengalaman yang dialami konsumen. Fungsi kedua adalah memproses interpretasi menjadi sebuah task kognitif seperti mengidentifikasi sasaran dan tujuan, mengembangkan dan mengevaluasi pilihan alternatif untuk memenuhi tujuan tersebut, memilih alternatif, dan melaksanakan alternatif itu.
Besar kecilnya intensitas proses sistem kognitif berbeda-beda tergantung konsumennya, produknya, atau situasinya. Konsumen tidak selalu melakukan aktifitas kognisi secara ekstensif, dalam beberapa kasus, konsumen bahkan tidak banyak berpikir sebelum membeli sebuah produk.
Proses pengambilan keputusan pembelian
Sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah proses yang mendasari pengambilan keputusan, yakni:
1.Pengenalan masalah (problem recognition) Konsumen akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang akan dibeli.
2.Pencarian informasi (information source). Setelah memahami masalah yang ada, konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi.Proses pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain (eksternal)
3.Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation). Setelah konsumen mendapat berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
4.Keputusan pembelian (purchase decision). Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian. Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan
5.Evaluasi pasca pembelian (post-purchase evaluation) merupakan proses evaluasi yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian. Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merek produk tersebut di masa depan Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen di masa depan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Terdapat 5 faktor internal yang relevan terhadap proses pembuatan keputusan pembelian:
1.Motivasi (motivation) merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
2.Persepsi (perception) merupakan hasil pemaknaan seseorang terhadap stimulus atau kejadian yang diterimanya berdasarkan informasi dan pengalamannya terhadap rangsangan tersebut.
3.Pembentukan sikap (attitude formation) merupakan penilaian yang ada dalam diri seseorang yang mencerminkan sikap suka/tidak suka seseorang akan suatu hal.
4.Integrasi (integration) merupakan kesatuan antara sikap dan tindakan. Integrasi merupakan respon atas sikap yang diambil. Perasaan suka akan mendorong seseorang untuk membeli dan perasaan tidak suka akan membulatkan tekad seseorang untuk tidak membeli produk tersebut.
5.Pembelajaran (learning) merupakan proses belajar yang dilakukan seseorang setelah membeli produk tersebut dengan melihat apakah produk tersebut memiliki kegunaan dan akan dijadikan sebagai alternatif dalam pembelian selanjutnya
Sumber : www.wikipedia.com

tugas perilaku konsumen


Nama : Shinta Lestari

Npm : 11208161

Tugas ; softkill

1. TIPE KONSUMEN

Tiga Tipe Konsumen Menurut Loyalitasnya

ada 3 tipe customer menurut loyalitasnya :
1. Advocate (loyalitas tinggi)
  1. Advocate tercipta ketika perusahaan mampu memberikan pelayanan yang melebihi harapan konsumen dan menciptakan pengalaman yang berkesan bagi mereka.
  2. Advocate meruapakan konsumen yang sangat loyal pada suatu merek atau produk dan akan menolak berpindah ke pesaing kita walaupun mendapat penawaran yang menggiurkan.
  3. Adcocate bersedia menanggung ketidaknyamanan dalam membeli produk dan jasa kita di tengah persaingan yang tinggi,bahkan dalam harga yang lebih mahal sekalipun.
  4. Advocate memberi pengaruh kepada orang lain. Mereka akan menceritakan tentang perusahaan kita kepada siapapun. Mereka merupakan pemasar handal (dan yang terpenting GRATIS haha) bagi perusahaan.
2. Apathetic (konsumen yang hanya sekadar puas
  1. Konsumen akan menjadi apathetic bila kita kita hanya memenuhi harapan dasar mereka. Inilah mengapa seringkali kepuasan didefinisikan sebagai ketiadaan masalah.
  2. Meskipun cenderung loya, tipe ini tidak bersedia menerima ketidaknyamanan ,berusaha extra untuk mendapatkan produk dan membayar harga premium untuk produk kita.
  3. Apahtetic juga mudah untuk berpindah ke pesaing apabila mendapat tawaran yang sedikit lebih “wah” dari pesaing kita.
  4. Apathetic akan menutup mulutnya dan cenderung tidak bercicara mengalami pengalaman konsumsinya, baik ataupun buruk.








3. Assasin ( Virus negatif )
  1. Assasin merupakan konsumen yang tidak puas akan pelayanan kita atau bahkan mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan/ mengecewakan.
  2. Assasin akan tercipta ketika kita gagal memenuhi harapan dasar yang ditetapkan konsumen dalam sebuah industri- atau gagal memecahkan masalah ketika ia terjadi
  3. Assasin aktif mencari alternatif lain dan akan beralih meski mereka harus membayar lebih  atau menanggung kesulitan dalam proses peralihan menuju pesaing kita.
  4. Assasin bersikap vokal dan akan berusaha merusak merek produk kita dengan membujuk orang lain untuk tidak berbisnis dengan kita.
Sekarang kita telah mengetahui 3 tipe konsumen. Kita harus berani menyadari kenyataan bahwa dalam pasar kita, seberapa besarkah jumlah advocate perusahaan kita? Bila kecil, maka sudah saatnya kita meningkatkan kualitas pelayanan. Dan berapa besarkah jumlah Assasin dalam pasar kita? Bila besar jumlahnya, sudah saatnya kita melakukan perubahan! Karena 1 Assasin mampu mengalahkan 2 Advocate. Dan jangan lupa menaikan level Aphatetic kita ke Advocate.